Kamis, 03 September 2009

HAMKA

*Haji Abdul Malik bin Karim Amrullah*, atau lebih dikenal dengan *HAMKA*.
Sebuah singkatan yang cerdas. (jauh mendahului singkatan zaman sekarang
seperti "SBY"). Beliau dilahirkan 15 Februari 1908, artinya kurang lebih 100
tahun yang lampau...

Buya begitu biasa orang memanggilnya banyak sekali undefinedmenelurkan karya2
fenomenal, mulai dari karya sastra, filsafat, apalagi masalah-masalah agama
seperti aqidah, fikih, dan tasauf. Beliau adalah ulama yang ilmuan dan
sekaligus ilmuwan yang ulama... (Lho bukannya ilmuwan dan ulama berasal dari
kata yg sama? 'ilm' artinya ilmu, orang berilmu 'alim' jamaknya ulama.
Ilmuwan juga orang berilmu? Ah, entahlah yang jelas dalam bahasa Indonesia
memang keduanya bermakna beda...)


Dua buah roman cinta karya beliau "*Dibawah Lindungan Ka'bah*", dan
"*Tenggelamnya
kapal Van Der Vijk*", ceritanya yang berisi kisah cinta abadi, sungguh
menyentuh dan mengharukan. Entah kenapa kisah cinta dalam karya2 beliau
cenderung berakhir tragis. Sehingga menimbulkan rasa haru yang dalam. Yang
menarik, karya2 beliau selalu menampilkan surat2 cinta itu secara panjang
lebar, dengan bahasa yang indah...

Buku2 beliau di bidang agama jangan ditanya lagi, namun ada satu karya yang
sangat monemuntal, yaitu "*Tafsir Al-Azhar*", yang barangkali merupakan
tafsir Quran karya bangsa Indonesia yang pertama dalam bahasa Indonesia.
Memang ada juga tafsir karya Ulama sebelumnya seperti *Tafsir
Al-Ibriz*karya KH Bisri Mustafa (ayahanda KH Mustafa Bisri), namun
karya ini
menggunakan bahasa Jawa Pegon. Tafsir Al-Azhar ini memang lain dari yang
lain, selain bercorak kontekstual, yaitu mengkaitkan dengan kejadian dalam
konteks kekinian, juga sangat sastrawi. Bahasanya indah, dan sering
menggunakan aspek2 sastra, seperti syair pepatah. Tafsir Al-Azhar buya
selesaikan di dalam penjara, ketika Presiden Soekarno (saat itu)
memenjarakan beliau karena pandangan2nya yang tidak sejalan.

Ada beberapa alasan yang menyebabkan Buya menjadi seorang yang sangat
istimewa di Negara ini :

*Pertama*, ilmu beliau didapat secara otodidak. Namun, keilmuannya tidak
dipungkiri melebihi, paling tidak setara, dengan yang diperoleh dari
universitas. Gelas Doktor HC (dari Universitas Al-Azhar) dan profesornya
menunjukkan diakuinya keilmuwan beliau. Ini mengajarkan, untuk selalu
belajar dari diri sendiri walau harus sendiri. Karena ilmu adalah milik kaum
beriman, apa pun ilmu itu...

*Kedua*, kemampuan beliau untuk meletakkan agama secara proporsional.Beliau
sering memberi jalan tengah atas berbagai kecenderungan. Misalnya antara
kecenderungan rasionalis dan literalis atau anti dan pro tasauf. Beliau
adalah ulama yang sangat rasional, namun selalu berpijak pada aspek2
tekstual. Terhadap tasauf, misalnya, beliau memberi jalan tengah antara
kelompok anti tasauf, yang kebanyakan dari kalangan modernis, dan
pro-tasauf, yang kebanyakan dari kaum tradisional. Beliau memberi nama itu
sebagai "tasauf modern".

*Ketiga*, kemampuan beliau meramu berbagai ilmu secara indah dalam Islam.
Kalau kita membaca buku2 beliau, nampak sekali nuansa keluasan ilmu beliau
dalam mengkaji sesuatu. Khusus terhadap ilmu sastra beliau adalah salah satu
pelopor sastra Islami di Indonesia. Sesuatu yang tidak banyak dimiliki oleh
ulama di Indonesia.

*Keempat*, beliau adalah ulama yang sangat terbuka kepada semua pemikiran.
Kalau kita baca Tafsir Al-Azhar, misalnya, beliau tidak ragu2 menyebut
pendapat kalangan lain seperti Syiah, misalnya. Dan analisis beliau bukanlah
dalam rangka menyesatkan mereka.

*Kelima*, beliau adalah ulama yang konsisten terhadap pendapatnya, walau
harus menerima akibatnya. Seperti ditahan oleh Presiden Sukarno... Atau yang
terkenal, adalah memilih mengundurkan diri dari jabatan ketua MUI, ketika
harus merubah fatwa tentang Natal Bersama. Ini menjadi simbol sikap
istiqamah hingga kini...

*Keenam*, sikap toleran beliau terhadap berbagai masalah khilafiah. Beliau
adalah seorang ulama Muhamadiyah. Namun, kalau kita baca buku2 beliau,
nampak bahwa beliau sangat terbuka dan toleran terhadap masalah khilafiah.
Masalah qunut, lafal ushali, adzan dua kali dalam shalat jumat, segala
macam, tidaklah menjadi tema bagi beliau untuk saling membid'ahkan, atau
menyesatkan, seperti sebagian orang belakangan ini.

Malah, kalau kita baca di tablod "Dialog Jumat" Republika tanggal 15-02-08.
Dalam salah satu kolom, terdapat beberapa kisah toleransi beliau. Di
antaranya, ketika memimpin shalat shubuh, menanyakan dulu kepada jamaah mau
pakai qunut atau tidak? Jika jamaah menginginkan pakai, beliau akan memakai
qunut. Ketika beliau mengundang *KH Abdullah Syafi'i* (tokoh Nahdliyin)
sebagai khatib, adzan jumat dilakukan dua kali...

Karenanya, menurut saya, apa pun mazhab kita... Kita tetap bisa belajar dari
ulama besar dari Minang ini, Buya HAMKA... Semoga Allah merahmati beliau,
dan menempatkan beliau di tempat yang mulia di sisi Allah SWT... Amien..

*Berikut petikan beberapa Komentar mengenai Beliau:*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar